Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Pendidikan

Memahami Tuli dan Tunarungu: Menghapus Miskonsepsi di Balik Bahasa dan Identitas

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Nurlayla Ratri

02 - Nov - 2025, 19:47

Placeholder
Tio Chalil Gibran Findianto, S.Kom, seorang tunarungu yang aktif mengajar Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) (ist)

JATIMTIMES - Sebagian besar masyarakat masih keliru memahami istilah tuli dan tunarungu. Dua kata yang sering dipertukarkan ini ternyata menyimpan makna yang sangat berbeda, bukan sekadar soal pendengaran, tapi juga tentang identitas dan budaya. 

Kesalahpahaman inilah yang coba diluruskan oleh Tio Chalil Gibran Findianto, S.Kom, seorang Tuli yang aktif mengajar Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) di Kota Malang, dalam salah satu sesi Seminar dan Konferensi Nasional Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang digelar PSGAD-LP2M Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, belum lama ini. 

Baca Juga : Kejurprov Jawa Timur Bola Voli Indoor U-19 Tahun 2025 Berakhir, Tim Putri Banyuwangi Masuk 4 Besar

Ditemani dua juru bahasa isyarat, Tio mengurai akar perbedaan mendasar antara dua istilah tersebut. Ia menjelaskan bahwa tunarungu adalah istilah medis yang merujuk pada seseorang yang memiliki kerusakan atau gangguan pada organ pendengarannya. Sedangkan Tuli (dengan huruf T besar), kata Tio, merupakan identitas budaya dan sosial dari komunitas Tuli itu sendiri.

Bagi sebagian orang, istilah “tuli” masih terdengar kasar, bahkan dianggap menyinggung. Namun bagi Tio dan banyak anggota komunitasnya, sebutan itu justru merepresentasikan kebanggaan. “Jangan khawatir. Kami tidak akan minder kok. Jangan juga merasa kasihan. Kami dan kalian sama, hanya berbeda cara komunikasinya,” ujarnya mantap.

Lulusan Program Studi Sistem Informasi Universitas Merdeka (Unmer) Malang itu kemudian menjelaskan, bahwa salah satu jembatan komunikasi antara dunia Dengar dan Tuli adalah bahasa isyarat. Namun, di sinilah kerap muncul persoalan lain: masih banyak orang belum tahu perbedaan antara Sibi (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dan Bisindo.

“Perbedaan mendasar ada pada pengembang kedua standar itu. SIBI diciptakan oleh teman Dengar, sedangkan Bisindo dikembangkan oleh teman Tuli,” terang Tio di tengah forum. Karena itu, struktur tata bahasa Bisindo sering kali tidak mengikuti pola kalimat baku bahasa Indonesia, melainkan berpijak pada logika komunikasi visual khas teman Tuli, yang lebih lentur dalam urutan subjek, predikat, dan objek.

Tio berharap semakin banyak masyarakat, terutama kalangan muda, tertarik belajar Bisindo. Bukan sekadar demi komunikasi, tapi sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman cara manusia berbahasa dan berinteraksi. Dunia Tuli, katanya, bukan dunia yang terpisah, hanya dunia dengan cara mendengar yang berbeda.

Baca Juga : Robot Jelantah Exchanger Karya Siswa MTsN 1 Kota Malang Raih Juara Nasional di Ajang MRC 2025

Sesi itu tak berhenti pada teori. Tio menutup materinya dengan mengajak seluruh peserta yang sebagian besar siswa untuk mempraktikkan abjad dan kosakata sederhana dalam Bisindo. Suasana ruang seminar seketika berubah hidup: tangan-tangan bergerak, mata berbinar, dan senyum tersungging di antara peserta yang baru saja berkenalan dengan bahasa sunyi yang sarat makna itu.

 


Topik

Pendidikan bahasa isyarat



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Surabaya Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Nurlayla Ratri