Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Pendidikan

Dari Cwimie Rumahan ke Pasar Digital: Mahasiswa UM Angkat Mampesendong Jadi UMKM Naik Kelas

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

02 - Nov - 2025, 19:00

Placeholder
Produk cwimie Mampesendong yang kini telah mempunyai packaging baru (ist)

JATIMTIMES - Di balik aroma sedap cwimie yang mengepul dari dapur kecil di Klojen, Malang, tersimpan kisah perubahan besar. Dua mahasiswa Magister Manajemen Universitas Negeri Malang (UM), Raditya M. Antara dan Agus Bambang Sunyoto turun tangan bukan sekadar membagi teori bisnis, tapi menyalakan nyala perubahan lewat pendampingan nyata terhadap UMKM olahan makanan Mampesendong. 

Dari warung rumahan yang sederhana, mereka membantu membangun sistem manajemen modern, strategi digital, dan inovasi produk agar bisa bersaing di tengah kerasnya pasar kuliner.

Baca Juga : Harga BBM Pertamina, Shell, dan BP AKR per November 2025: Ada yang Naik, Ada yang Turun

“UMKM bukan pelengkap ekonomi, mereka penyangga utama,” ujar Agus Bambang Sunyoto saat diwawancarai, Minggu, (2/11/2025).

Ia menegaskan, kestabilan ekonomi nasional lahir dari ketahanan usaha kecil dan menengah yang menciptakan lapangan kerja dan menopang kesejahteraan masyarakat. Dengan semangat itu, tim pengabdian merancang kegiatan untuk memperkuat daya saing Mampesendong melalui empat jurus utama: pelatihan laporan keuangan digital, peningkatan desain visual, pengembangan strategi pemasaran daring dan luring, serta inovasi produk yang relevan dengan tren konsumen.

1

Messadia, pemilik Mampesendong, bukan sosok biasa. Lulusan Teknik Industri Universitas Brawijaya ini menyalurkan naluri logis dan rasa kreativitasnya ke dapur. Di tangannya, sederet menu lahir, dari cwimie pedas manis, cwimie original, nasi ayam sambal ijo, hingga nasi kuning, yang kini mulai dikenal tak hanya karena rasa, tapi juga tampilan yang menggugah. 

Lokasi usahanya yang strategis di Jl. Mayjen Panjaitan XV/44B, Klojen, dekat kawasan kampus, membuat potensi pasarnya terbuka lebar. Sayangnya, sebelumnya penjualan masih berputar di sekitar pelanggan tetap yang datang langsung ke lokasi.

Di titik itulah, tim mahasiswa hadir membawa perubahan. Mereka tak hanya mengajari, tapi bekerja bersama. Daftar menu Mampesendong dirombak total: desainnya kini lebih informatif, foto produknya profesional, harganya jelas, dan tampilannya menarik, siap dipajang di media sosial maupun platform daring seperti GrabFood dan GoFood. 

Bahkan, tim juga merancang banner dan katalog digital agar identitas visual usaha ini semakin kuat. “Desain bukan sekadar pemanis. Ia adalah bahasa bisnis,” tegas Agus Bambang Sunyoto.

Perubahan juga menyentuh hal yang sering diabaikan: keuangan. Melalui pelatihan sederhana namun efektif, tim memperkenalkan sistem pencatatan digital dengan Google Spreadsheet. Semua transaksi, biaya produksi, hingga laba kini bisa dimonitor secara real time. Hasilnya? Messadia mulai memahami di mana pos biaya yang bocor, produk mana yang paling laku, dan kapan waktu penjualan terbaik.

2

Sementara di ranah pemasaran, tim mengajarkan strategi konten media sosial yang terukur. Mereka membagi jenis unggahan menjadi tiga: konten interaktif untuk membangun kedekatan, konten edukatif untuk menambah nilai, dan konten testimoni pelanggan untuk menumbuhkan kepercayaan. Messadia juga diajari tentang ritme posting, waktu unggah efektif, hingga teknik menjawab komentar dengan gaya ramah. Hasilnya, akun Instagram Mampesendong kini hidup dan menarik, bukan lagi sekadar etalase statis.

Baca Juga : 10 Negara Ini Bikin Iri, Hidup Bebas Pajak Penghasilan di 2025, Gaji Utuh Tanpa Potongan

Dari sinilah muncul gebrakan paling segar: frozen cwimie. Ide sederhana tapi brilian itu muncul dari hasil diskusi antara tim dan Messadia, bagaimana jika cwimie yang biasanya disantap hangat bisa dijual dalam bentuk beku, siap masak kapan saja? Konsep itu bukan hanya menjawab tantangan distribusi, tapi juga membuka pasar baru di luar Malang. Dengan kemasan higienis dan daya tahan panjang, frozen cwimie kini jadi produk andalan yang bisa dikirim ke pelanggan di berbagai kota.

3

Menurut Agus Bambang, inovasi seperti ini adalah napas panjang bagi UMKM. “Pasar itu dinamis. Yang tidak berinovasi akan ditinggalkan,” ujarnya. Pendapat itu sejalan dengan berbagai riset yang menegaskan pentingnya inovasi berkelanjutan bagi daya saing usaha kecil.

Langkah yang dilakukan kedua mahasiswa UM ini adalah contoh bagaimana dunia akademik bisa berdampak langsung pada denyut ekonomi lokal. Mereka tak hanya meneliti, tapi menggerakkan. Lewat ilmu yang diimplementasikan, mereka membantu UMKM bertahan di tengah arus pasar digital yang deras.

Konteksnya pun tak kecil. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga akhir 2024 terdapat lebih dari 65 juta UMKM di Indonesia, menyerap sekitar 123,3 ribu tenaga kerja (Kemenkeu, 2023). Angka besar ini menunjukkan betapa sektor mikro adalah urat nadi ekonomi nasional. Menguatkan satu usaha kecil berarti menguatkan ekonomi bangsa secara keseluruhan.

Kini, dari sebuah dapur sederhana di gang sempit Klojen, aroma cwimie bukan lagi sekadar tanda makan siang, tapi juga simbol perubahan. Mampesendong tumbuh menjadi bukti bahwa dengan pendampingan yang tepat, dengan ilmu, desain, dan strategi, UMKM bisa melompat dari dapur rumahan menuju etalase digital.

Dari wajan panas ke layar ponsel, cerita Mampesendong menunjukkan bahwa masa depan bisnis kecil Indonesia bukan soal besar atau kecilnya modal, tapi sejauh mana mereka berani berinovasi dan belajar.


Topik

Pendidikan Cwimie kuliner Pasar Digital Mahasiswa UM Mampesendong UMKM Naik Kelas



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Surabaya Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

Sri Kurnia Mahiruni