JATIMTIMES - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati revisi Undang-Undang (UU) tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keputusan ini diambil dalam rapat pengambilan tingkat I yang digelar di ruang Komisi VI DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Seluruh fraksi menyatakan sepakat agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini, dengan dihadiri anggota dewan serta perwakilan pemerintah. “Kita simpulkan bahwa kedelapan fraksi di Komisi VI DPR RI telah dapat menyetujui RUU tentang Perubahan Keempat UU BUMN, untuk selanjutnya dibawa ke pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna. Setuju?” kata Anggia. Pernyataan itu langsung dijawab setuju oleh seluruh peserta rapat, lalu palu diketuk sebagai tanda pengesahan.
Baca Juga : Pengkhianatan Arya Mataram: Tumbangnya Amangkurat III dari Dalam
84 Pasal dalam UU BUMN Direvisi
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU BUMN, Andre Rosiade, menjelaskan bahwa revisi kali ini cukup besar dengan menyentuh 84 pasal. Perubahan tersebut mencakup berbagai aspek penting, mulai dari penguatan tata kelola, transparansi, hingga penataan ulang kelembagaan.
Andre mengungkapkan, salah satu perubahan paling signifikan adalah status Kementerian BUMN yang kini akan bertransformasi menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Lembaga baru ini akan menjadi pengatur sekaligus pengawas dalam menjalankan fungsi BUMN agar lebih profesional dan akuntabel.
“Secara substansi, kita sudah melakukan perubahan pada 84 pasal. Salah satunya status Kementerian BUMN yang akan berubah menjadi Badan Pengaturan BUMN atau BP BUMN,” jelas Andre digedung DPRI RI Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Selain itu, DPR juga menegaskan larangan rangkap jabatan bagi menteri maupun wakil menteri di lingkungan BUMN. Langkah ini diyakini dapat mencegah konflik kepentingan sekaligus meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan negara.
Status Direksi dan Komisaris Sebagai Penyelenggara Negara
Salah satu poin lain yang diubah dalam revisi ini adalah status pejabat di lingkungan BUMN. Sebelumnya, direksi dan dewan komisaris tidak dipandang sebagai penyelenggara negara. Namun, dengan aturan baru, keduanya kini dianggap sebagai penyelenggara negara yang memiliki kewajiban mematuhi prinsip integritas dan akuntabilitas publik.
Perubahan ini dianggap penting untuk memastikan bahwa pejabat BUMN memiliki tanggung jawab moral dan hukum yang sama dengan pejabat publik lainnya, sehingga pengelolaan perusahaan milik negara dapat lebih transparan dan akuntabel.
Dorong Kesetaraan Gender di Kepemimpinan BUMN
Selain soal kelembagaan dan status pejabat, revisi UU BUMN juga membawa angin segar bagi isu kesetaraan gender. DPR dan pemerintah sepakat memasukkan ketentuan baru yang menegaskan bahwa perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam menduduki jabatan direksi, komisaris, maupun posisi manajerial di BUMN.
Baca Juga : Polisi Tetapkan 17 Tersangka Demo Anarkis di Mapolresta Malang Kota, Kena Pasal Berlapis
Andre Rosiade menegaskan bahwa pasal baru ini hadir untuk membuka ruang lebih luas bagi perempuan agar bisa berperan dalam kepemimpinan BUMN. “Regulasi ini memberi ruang yang setara bagi perempuan di jajaran kepemimpinan BUMN,” ujarnya.
Langkah ini dinilai selaras dengan upaya global untuk memperkuat peran perempuan dalam sektor ekonomi strategis, sekaligus meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan melalui keberagaman kepemimpinan.
RUU BUMN Segera Dibawa ke Paripurna
Setelah mendapat persetujuan tingkat I, RUU BUMN akan segera dibawa ke rapat paripurna DPR untuk pengambilan keputusan tingkat II. Jika disahkan, regulasi baru ini diharapkan bisa memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi BUMN dalam menghadapi tantangan bisnis global, sekaligus memperkuat posisi BUMN sebagai pilar ekonomi nasional.
Dengan perubahan yang menyentuh 84 pasal, lahirnya BP BUMN, larangan rangkap jabatan, hingga aturan kesetaraan gender, revisi UU BUMN 2025 diyakini menjadi tonggak baru dalam sejarah pengelolaan perusahaan negara di Indonesia.