JATIMTIMES - Umat Islam di seluruh dunia sebentar lagi akan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini selalu ditunggu-tunggu karena menjadi momentum untuk mengenang kelahiran manusia paling mulia, Rasulullah SAW. Lantas, kapan Maulid Nabi 2025 jatuh dan bertepatan dengan tanggal berapa Hijriah?
Dalam kalender Hijriah, Maulid Nabi diperingati setiap 12 Rabiul Awal. Berdasarkan kalender Islam 1447 H yang diterbitkan Kementerian Agama RI, 1 Rabiul Awal 1447 H jatuh pada Senin, 25 Agustus 2025.
Baca Juga : Hujan Disertai Angin Kencang, Belasan Rumah di Kota Batu Rusak
Dengan demikian, 12 Rabiul Awal 1447 H diperkirakan bertepatan dengan Jumat, 5 September 2025. Adapun akhir bulan Rabiul Awal (29 Rabiul Awal) jatuh pada Senin, 22 September 2025.
Meski begitu, tradisi di berbagai daerah di Indonesia biasanya tidak hanya berlangsung pada 12 Rabiul Awal saja, melainkan sepanjang bulan Rabiul Awal.
Peringatan Maulid Nabi di Nusantara dilakukan dengan beragam tradisi. Misalnya:
• Muludhen di Madura
• Bungo Lado di Minangkabau
• Kirab Ampyang di Kudus
• Sekaten di Yogyakarta
Selain itu, kegiatan keagamaan seperti pembacaan Maulid al-Barzanji, sholawatan, pengajian, tabligh akbar, hingga khitanan massal juga banyak digelar. Semua ini menjadi ekspresi rasa syukur dan cinta umat Islam kepada Rasulullah SAW.
Sejarah Perayaan Maulid
Dilansir NU Online, perayaan Maulid secara meriah pertama kali digelar pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya era Khalifah Al-Hakim Billah.
Seorang tokoh bernama Khaizuran (170 H/786 M), ibu dari Khalifah Musa al-Hadi dan Harun al-Rasyid, pernah memerintahkan penduduk Madinah untuk merayakan Maulid di Masjid Nabawi. Dari Madinah, perintah itu juga disampaikan kepada penduduk Makkah, namun dengan cara merayakan di rumah-rumah mereka.
Banyak ulama menilai peringatan Maulid sebagai tradisi yang baik. Menurut Quraish Shihab, Maulid Nabi digelar sebagai sarana memperkenalkan Nabi Muhammad SAW agar setiap generasi mencintai dan meneladaninya.
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani bahkan menjelaskan empat bentuk perayaan Maulid Nabi, yaitu:
• Membaca Al-Qur’an
• Memberi makan orang lain
• Bersedekah
• Membaca pujian kepada Nabi (seperti Maulid al-Barzanji, Diba’, Simtut Durar, dan lainnya).
Dasar keutamaan memperingati Maulid juga sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (يونس: 58)
Qul bifaḍlillāhi wabi-raḥmatihī fabiżālika falyafraḥū huwa khairum mimmā yajma‘ūn (QS Yunus: 58)
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
Baca Juga : Lokasi Pekerja Jatuh dari Atap Pasar Induk Among Tani Ditaburi Bunga
Menurut penafsiran Ibnu Abbas ra, yang dimaksud karunia Allah adalah ilmu, sedangkan rahmat-Nya adalah Nabi Muhammad SAW. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ (الأنبياء: 107)
Wa mā arsalnāka illā raḥmatan lil‘ālamīn (QS Al-Anbiya: 107)
Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Imam Jalaluddin as-Suyuthi menyebut peringatan Maulid termasuk bid‘ah hasanah (tradisi baik) yang berpahala karena mengandung pengagungan kepada Nabi SAW. Beliau menulis:
هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ
Artinya: “Perayaan Maulid termasuk bid‘ah hasanah, pelakunya akan mendapat pahala. Sebab di dalamnya terdapat pengagungan derajat Nabi SAW serta menampakkan kegembiraan dengan kelahiran beliau.”
Rabiul Awal menjadi bulan istimewa karena di dalamnya lahir manusia agung, Nabi Muhammad SAW. Rasulullah lahir di Makkah pada hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah. Malam kelahiran Nabi digambarkan bercahaya, tanda hadirnya rahmat bagi alam semesta.
Ulama menegaskan, yang membuat bulan Rabiul Awal mulia bukanlah waktu itu sendiri, melainkan karena lahirnya Nabi Muhammad SAW. Seperti disampaikan Sayyid Muhammad ibn Alawi al-Maliki dalam kitab adz-Dzakhâir al-Muhammadiyyah: “Nabi Muhammad tidak mulia karena masa, justru masa itulah yang mulia karena Nabi dilahirkan di dalamnya.”